Tuesday, February 19, 2013

Keinginan ke dua

Saya lupa ni postingan dr mana gan sudah lama sekali saya letakan di draf , ckup seru lho critanya.
Jgn lupa diambil hkmahnya saja ya

Slamat membaca : :-)

●●●(^-^)
Di keheningan malam, Sang Maut turun atas
hadrat Tuhan menuju ke bumi.
Ia terbang melayang-layang di atas sebuah
kota dan mengamati seluruh penghuni
dengan tatapan matanya.

Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-
layang dengan sayap-sayap mereka, dan
orang-orang yang terlena di dalam
kekuasaan Sang Lelap.

Ketika rembulan tersungkur di kaki langit,
dan kota itu berubah warna menjadi hitam
kepekatan,
Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di
celah-celah kediaman – berhati-hati tidak
menyentuh apa-apa pun –
sehingga tiba di sebuah istana

Ia masuk
melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang
halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang ,
dan tika ia? menyentuh dahi? si lena, lelaki
itu membuka kelopak matanya dan
memandang dengan penuh ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya,
dia menjerit dengan suara ketakutan
bercampur aduk kemarahan,

“Pergilah kau dariku, mimpi yang
mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat!
Siapakah engkau ini?
Dan bagaimana mungkin kau memasuki
istana ini? Apa yang kau inginkan? Tinggalkan
rumah ini dengan segera!
Ingatlah, akulah tuan rumah ini. Nyahlah
kau, kalau tidak, kupanggil para hamba
suruhanku dan para pengawalku? untuk
mencincangmu menjadi kepingan!”

Kemudian Maut berkata dengan suara
lembut, tapi sangat menakutkan,

“Akulah
kematian, berdiri dan tunduklah padaku.”

Dan si lelaki? itu menjawab, “Apa yang kau
inginkan dariku sekarang, dan benda apa
yang kau cari?
Kenapa kau datang ketika urusanku belum
selesai? Apa yang kau inginkan dari orang
kaya berkuasa seperti aku?
Pergilah sana, carilah orang-orang yang
lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat
taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu
yang bengis,
dan mataku sakit menatap sayap-sayapmu
yang menjijikkan dan tubuhmu yang
meloyakan.”

Namun selepas tersedar, dia menambah
dengan ketakutan, “Tidak, tidak, Maut yang
pengampun,
jangan pedulikan apa yang telah kukatakan,
kerana rasa takut membuat diriku
mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya
terlarang.

Maka ambillah longgokan emasku semahumu
atau nyawa salah seorang dari hamba-
hambaku, dan tinggalkanlah diriku…
Aku masih mempunyai urusan kehidupan
yang belum selesai dan berhutang emas
dengan orang.
Di atas laut aku memiliki kapal yang belum
kembali ke pelabuhan, permintaanku..jangan
ambil nyawaku…
Ambillah olehmu barang yang kau inginkan
dan tinggalkanlah daku. Aku punya
perempuan simpanan yang?
luarbiasa cantiknya untuk kau pilih,
Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang
putera tunggal yang kusayangi,
dialah sumber kegembiraan hidupku.
Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti,
tapi nyawaku jangan kau cabut dan
tinggalkan diriku sendirian.”

Sang Maut itu mengeruh,”Engkau tidak kaya
tapi orang miskin yang tak sedar diri.”?
Kemudian Maut mengambil tangan orang
hina itu, mencabut nyawanya,
dan memberikannya kepada para malaikat di
langit untuk menghukumnya.

Dan Maut berjalan perlahan di antara
setinggan orang-orang miskin hingga ia
mencapai rumah paling daif yang ia
temukan.
Ia masuk dan mendekati ranjang di mana
tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang
damai.
Maut menyentuh matanya, anak muda itu
pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut
berdiri di sampingnya,
ia berkata dengan suara penuh cinta dan
harapan,

“Aku di sini, wahai Sang Maut yang
cantik.
Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan
impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku,
kerana kau sangat penyayang dan tak kan
meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan
Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran.
Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan
daku di sini.”

“Aku telah memanggil dan merayumu
berulang kali, namun kau tak jua datang.
Tapi kini kau telah mendengar suaraku,
kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan
menjauhi diri.
Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi.”

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari
lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu,
mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di
bawah perlindungan sayap-sayapnya.
Ketika ia naik kembali ke langit, Maut
menoleh ke belakang — ke dunia – dan

dalam bisikan amaran ia berkata,
“Hanya mereka? di dunia yang? mencari
Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu.”

No comments:

Post a Comment