Hasil Riset
Pasangan Homo Bisa Hasilkan Anak
Jumat, 10 Desember 2010 | 17:38 WIB
SHUTTERSTOCK
KOMPAS.com - Rasanya sulit membayangkan pasangan homo punya anak dari hasil hubungan seksualnya. Secara biologis, hal tersebut tak dimungkinkan karena sperma hanya bisa membuahi sel telur, bukan sperma lain.
Tapi, kini hal tersebut dimungkinkan. Bukan pada manusia memang, tapi masih pada tikus putih. Peneliti dari MD Anderson Cancer Centre di Texas berhasil merekayasa tikus putih dengan materi genetik yang berasal 2 ayah dan satu ibu lewat langkah-langkah ilmiah yang rumit.
Mereka terlebih dahulu menciptakan "sel telur lelaki". Caranya, para ilmuwan mengambil sampel kulit dari pejantan tertentu dan menggunakannya untuk mengembangkan sel punca, sel yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi beragam macam sel.
Selanjutnya, sel punca tersebut terus menerus dikembangkan dalam media tertentu hingga secara alami kehilangan kromosom Y, kromosom yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin. Selanjutnya, sel tersebut diinjeksikan dalam embrio yang dibawa oleh seorang ibu wali.
Nah, embrio yang akan lahir semuanya betina dan memiliki dua atau lebih jaringan dengan materi genetik berbeda. Beberapa memproduksi sel telur yang hanya mengandung materi genetik dari pejantan yang diambil sampel kulitnya tadi. Sel telur itulah yang disebut "sel telur lelaki".
Selanjutnya, pejantan didatangkan untuk mengawini betina tersebut. Ketika terjadi pembuahan, maka materi genetik yang dikandung embrionya hanya berasal dari "sel telur lelaki" dan sel sperma pejantan yang baru saja mengawini. Jadilah induvidu baru dengan materi genetik hanya dari lelaki.
Para peneliti mengungkapkan, teknik ini bisa digunakan untuk teknik pembuahan pada ternak serta teknik reproduksi pada hewan langka. Selain itu, teknik ini memungkinkan seorang pasangan gay untuk memiliki anak yang hanya mengandung materi genetik dari keduanya.
Meski tampak mencengangkan, sejumlah peneliti lain justru mengkritik penelitian ini. Chris Mason, professor dari University College London mengatakan, "Pertanyaan sebenarnya adalah, buat apa dokter menggunakan metode ini. Saya akan terkejut jika penelitian ini punya dampak dalam ilmu kedokteran."
Josephine Quintavalle, anggota Comment on Reproductive Ethics mengatakan, "Ini adalah proyek yang sangat aneh. Di luar upaya untuk hanya melakukan penelitian, rasanya tidak ada manfaat riil dari proyek penelitian ini. Kita seharusnya khawatir manakala ilmuwan reproduksi mamalia melampaui batas."
Tapi, kini hal tersebut dimungkinkan. Bukan pada manusia memang, tapi masih pada tikus putih. Peneliti dari MD Anderson Cancer Centre di Texas berhasil merekayasa tikus putih dengan materi genetik yang berasal 2 ayah dan satu ibu lewat langkah-langkah ilmiah yang rumit.
Mereka terlebih dahulu menciptakan "sel telur lelaki". Caranya, para ilmuwan mengambil sampel kulit dari pejantan tertentu dan menggunakannya untuk mengembangkan sel punca, sel yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi beragam macam sel.
Selanjutnya, sel punca tersebut terus menerus dikembangkan dalam media tertentu hingga secara alami kehilangan kromosom Y, kromosom yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin. Selanjutnya, sel tersebut diinjeksikan dalam embrio yang dibawa oleh seorang ibu wali.
Nah, embrio yang akan lahir semuanya betina dan memiliki dua atau lebih jaringan dengan materi genetik berbeda. Beberapa memproduksi sel telur yang hanya mengandung materi genetik dari pejantan yang diambil sampel kulitnya tadi. Sel telur itulah yang disebut "sel telur lelaki".
Selanjutnya, pejantan didatangkan untuk mengawini betina tersebut. Ketika terjadi pembuahan, maka materi genetik yang dikandung embrionya hanya berasal dari "sel telur lelaki" dan sel sperma pejantan yang baru saja mengawini. Jadilah induvidu baru dengan materi genetik hanya dari lelaki.
Para peneliti mengungkapkan, teknik ini bisa digunakan untuk teknik pembuahan pada ternak serta teknik reproduksi pada hewan langka. Selain itu, teknik ini memungkinkan seorang pasangan gay untuk memiliki anak yang hanya mengandung materi genetik dari keduanya.
Meski tampak mencengangkan, sejumlah peneliti lain justru mengkritik penelitian ini. Chris Mason, professor dari University College London mengatakan, "Pertanyaan sebenarnya adalah, buat apa dokter menggunakan metode ini. Saya akan terkejut jika penelitian ini punya dampak dalam ilmu kedokteran."
Josephine Quintavalle, anggota Comment on Reproductive Ethics mengatakan, "Ini adalah proyek yang sangat aneh. Di luar upaya untuk hanya melakukan penelitian, rasanya tidak ada manfaat riil dari proyek penelitian ini. Kita seharusnya khawatir manakala ilmuwan reproduksi mamalia melampaui batas."
No comments:
Post a Comment